Tuesday, November 17, 2015

Pada Sebuah Bemo

Ibu-ibu penjahit kain kasur.

       Suatu pagi di hari kerja, saya duduk di bemo yang sedang menunggu penumpang. Dari tempat saya duduk, terlihat dua orang ibu berbusana sederhana. Saya sudah cukup akrab dengan pemandangan seperti itu. Mereka adalah ibu-ibu yang bekerja sebagai pembuat kasur tradisional. Saya pernah duduk sebemo dengan mereka. Mereka bekerja di sebuah usaha kecil pembuatan kasur. Tugas mereka menjahit dan memproduksi kasur secara tradisional. Menurut ukuran saya, penghasilan yang mereka terima tidak seberapa besar. Itu sebabnya, mereka juga berkeliling kampung-kampung menawarkan jasa untuk memperbaiki kasur yang rusak.

       Pagi itu, saya kembali bertemu mereka. Saya perhatikan penampilan mereka lebih teliti. Busana yang mereka kenakan bersahaja, khas pakaian wanita desa. Satu hal yang membuat mereka terlihat luar biasa. Apakah itu? Ya, kain kerudung yang menutupi kepala. Ibu-ibu pembuat kasur itu bisa jadi tak berpendidikan tinggi. Namun, hidayah Allah SWT telah sampai ke dalam diri mereka. Mereka mengenakan jilbab di bawah caping (topi bambu) yang menutupi kepala.

       Pagi itu, dalam perjalanan ke kantor saya seolah kembali diingatkan tentang rasa syukur dan kesabaran. Saya mencari-cari kata SYUKUR di dalam hati dan meletakkannya bersebelahan dengan kata SABAR. Syukur dan sabar, dua kata yang mudah diucapkan. Dalam prakteknya, bersyukur dan bersabar tak selalu mudah diaplikasikan. Ibu-ibu pembuat kasur tradisional yang sering saya temui di pagi hari memberi contoh tentang dua kata indah itu. Mereka pernah berbagi cerita bahwa ketrampilan sederhana yang dimiliki mampu menambah penghasilan keluarga. Mereka berkeliling kampung-kampung berjalan kaki untuk membantu memperbaiki kasur-kasur tradisional, dengan imbalan sejumlah uang yang relatif kecil. Namun, mereka tak mengeluh. Sebuah contoh kesabaran yang luar biasa.

        Sesampai di kantor, saya mengambil air wudhu dan shalat Dhuha. Saya merasa perlu bersujud panjang, mengucapkan syukur atas segala anugerah-Nya yang teramat banyak selama ini. Saya ucapkan hamdallah sebanyak-banyaknya. Saya harus bersyukur dikaruniai pekerjaan yang baik dan rezeki yang selalu ada setiap bulannya. Saya tak perlu berkeliling kampung untuk menawarkan jasa menjahit kain kasur. Saya belajar untuk melapangkan hati untuk sebuah ruang kesabaran. Dunia kerja, di mana saja pasti membutuhkan kesabaran. Saya merasa perlu menata kembali ruang syukur dan sabar di dalam hati.

       Ibu-ibu pembuat kasur yang berjilbab telah mengajarkan pada saya untuk selalu menempatkan rasa syukur dan kesabaran dalam menjalani hidup. Mereka bersahaja, memiliki ketrampilan seadanya. Namun, mereka mampu menangkap dengan indah pesan Allah SWT dalam Al-Qur'an. Mereka mampu bersyukur, bersabar, dan mengenakan jilbab dalam menjemput rezeki-Nya. Semoga saya mampu meniru keindahan yang mereka perlihatkan. Semoga saya bisa senantiasa mensyukuri nikmat-Nya, bersabar dengan segala ujian-Nya. Semoga saya mampu istiqomah menjaga jilbab yang menutupi aurat saya. Alhamdulillah, perjalanan pagi itu membuat mata saya menangkap lukisan yang berkesan.






2 comments:

  1. Betul Mak. Inspirasi yang hebat biasanya lebih sering didapat dari wong cilik seperti mereka.

    ReplyDelete
  2. @ Mimi Affandi : Iya, benar. Kita sering merasa kurang bersyukur padahal sudah diberi banyak karunia oleh Allah SWT. Makasih sudah mampir ya, say. ^_^

    ReplyDelete