Friday, September 1, 2017

Rasa Syukur dan Waktu Terbaik


Bingkai kenangan Idul Fitri 2017.


       Hallo pembaca! Bagaimana kabarnya? Saya cukup lama tak menyapa Anda dengan tulisan-tulisan di blog ini. Anda ingin tahu mengapa saya lama tak menulis? Heuheu, ceritanya cukup panjang. Masih mau tahu? Pingin tahu banget? Baiklah, mari saya jelaskan ya.

       Saya mengingat dengan baik, di bulan September 2016 ada sebuah undangan dari Allianz dan Nakita. Nah, di bulan September tersebut saya terpaksa merenovasi rumah. Terpaksa? Ya, terpaksa. Kusen kayu jendela depan rumah ada yang lapuk, menciptakan celah di bagian bawah. Celah itu semakin melebar ketika kucing-kucing liar berusaha masuk ke dalam rumah, menggaruk kayu yang lapuk. Bulan September identik dengan musim penghujan. Maka, hujan terus-menerus dan udara dingin telah menarik hati seekor ular masuk ke dalam rumah, melalui celah kusen kayu yang terbuka.

       Saya sungguh bersyukur, ular tersebut tak menyakiti. Allah swt berkenan melindungi saya. Namun, saya merasa trauma. Itu sebabnya, dana di tabungan saya pergunakan mengganti kusen-kusen jendela yang mulai rapuh, melapisi semen halaman belakang, dst. Akibatnya, tabungan saya terkuras dengan cepat, dan beberapa rencana musti disesuaikan. Sepertinya, ada sedikit kesalahan dalam proses pengerjaan bangunan di halaman belakang.

       Hujan deras turun di malam hari usai saya ikut acara Allianz + Nakita. Saya berasa mimpi ketika ada rasa dingin air merambati punggung. Ternyata? Air hujan yang tak mampu melewati saluran pembuangan masuk ke dalam rumah. Saya pasrah. Saya buka pintu depan, membiarkan air mengalir ke halaman. Ujian baru terasa berat saat pagi harinya saya harus membersihkan rumah, mengepel, mencuci baju-baju yang terendam air, memilah buku-buku yang basah, dst. Akibatnya? Tak hanya demam menggigil, pinggang saya serasa mau lepas. Alhasil, dokter meminta saya bedrest sampai tubuh pulih kembali. Grrrr....

Saya di samping Kelenteng Bon Tek Bio.

       Demikianlah saudara-saudara, setelah beberapa bulan beristirahat (dalam arti tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat), pinggang saya mulai membaik. Namun, ide-ide tulisan di kepala menjadi tak tertuliskan. Saya sepertinya keenakan menikmati istirahat, lupa masih banyak pe-er menulis yang harus segera dieksekusi. Saya menata ulang rencana-rencana. Kesimpulannya, tahun 2017 saya harus lebih rajin menulis, termasuk mengisi blog. Kenyataan berbicara berbeda. Tahun 2017, saya dimutasikan ke kantor lama. Kok kantor lama? Benar, saya sudah pernah bertugas di kantor tersebut, bergabung kembali di 2017. Tugas baru, beradaptasi dengan lingkungan baru, tambahan tugas mengisi website kantor, membuat rencana aktif menulis di blog pribadi kembali tertunda.

       Namun, saya meyakini bahwa segala sesuatu pasti sudah mengikuti perencanaan Allah swt yang lebih hebat dan sempurna. Ada banyak kebaikan (kebarokahan) dan hadiah-hadiah dari Allah swt yang sungguh luar biasa dan layak saya syukuri sepanjang tahun 2017. Bulan Januari, saya menikmati suasana baru di kantor. Bulan Februari, Allah swt mengizinkan saya bertemu kembali dengan seorang sahabat lama yang berbelas tahun tak bersua. Bulan Maret, Allah swt membawa kaki saya melangkah ke Gili Labak, Sumenep. Bulan April, saya banyak mengikuti kegiatan yang menambah ilmu. Bulan Mei, saya menikmati liburan kecil ke Jakarta, berbonus bisa hadir di sebuah acara Femina (Writer's Club) yang diadakan di The Westin Jakarta.

       Bulan Juni, saya menjalankan ibadah puasa Ramadhan yang terasa lebih nyaman dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ikut hadir pada undangan buka puasa bersama di acara Womenwill Conference kerjasama Femina dan Google Indonesia, serta berlebaran di kota kecil tercinta. Bulan Juli, saya merasa bahagia bisa bersilaturahmi dengan teman-teman kuliah di Kampus Jurang Mangu, ikut tes masuk Unair dengan hasil lulus (diterima). Bulan Agustus, saya mulai mengikuti perkuliahan di Unair, dan pindah ke Surabaya menjadi anak kos lagi. Maka, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Shalat Idul Adha 1438 Hijriah.

       Semua kenikmatan di atas, pastilah sudah diatur Allah swt dengan sebaik-baiknya. Buat saya, hal-hal kecil dan bisa jadi sepele di mata orang lain, adalah anugerah Allah swt yang sungguh luar biasa. Saya teringat tulisan bijak yang beberapa bulan lalu sempat beredar di WA. Saya ketikkan ulang untuk Anda semua :

"Papua 2 jam lebih awal dari Jakarta, namun bukan berarti Jakarta lambat, dan Papua cepat. Keduanya bekerja sesuai "Zona Waktu" masing-masing. Ada orang yang masih sendirian. Ada yang sudah menikah beberapa kali. Ada yang menikah, namun harus menunggu 10 tahun untuk memiliki momongan. Ada yang diberi momongan dalam setahun waktu pernikahan.

Ada orang yang lulus kuliah di usia 22 tahun, menunggu 5 tahun untuk mendapatkan pekerjaan. Ada juga yang baru lulus kuliah usia 27 tahun, langsung mendapatkan pekerjaan. Seseorang menjadi CEO di usia 25 tahun, meninggal di usia 50 tahun. Orang lain, menjadi CEO di usia 50 tahun, hidup hingga usia 90 tahun.

Setiap orang bekerja mengikuti "Zona Waktu" dengan kecepatan masing-masing. Bekerjalah sesuai "Zona Waktu" kita. Kolega kita, teman-teman, adik kelas kita mungkin tampak lebih maju. Yang lain, terlihat di belakang kita.

Setiap orang di dunia ini berlari di perlombaannya sendiri-sendiri, jalurnya sendiri-sendiri, dalam waktunya masing-masing. Allah swt punya rencana yang berbeda-beda untuk masing-masing orang. Waktu untuk setiap orang berbeda-beda.

Obama pensiun dari jabatan presiden di usia 55 tahun. Trump menjadi presiden di usia 70 tahun. Jangan iri kepada mereka, atau mengejeknya. Itu "Zona Waktu" mereka. Kita pun berada di "Zona Waktu" kita sendiri. Kita tidak terlambat, tidak lebih cepat. Kita punya "Zona Waktu" sendiri.

Yang penting kita terus berusaha dan berkarya terbaik sehingga rencana-rencana indah Allah swt atas hidup kita terjadi (menjadi kenyataan). Allah swt pasti membuat semuanya indah pada waktunya.
Mari kita menikmati waktu terbaik yang Allah swt pilihkan untuk kita...."

       Demikianlah, pagi hari di awal bulan September, saya terbangun oleh suara takbir bersahutan. Saya melakukan muhasabah (perenungan) kecil atas perjalanan selama tahun 2017 ini. Saya menerima banyak nikmat, kebaikan, dan hadiah dari-Nya. Kesemuanya pantas untuk saya syukuri. Hidup merupakan rangkaian perjalanan untuk mensyukuri segenap anugerah-Nya, meyakini bahwa Allah swt memberi "Zona Waktu" yang berbeda-beda, waktu terbaik yang Allah swt pilihkan bagi setiap hamba-Nya untuk menerima 'piala' keberuntungan.

       Tugas kita sebagai hamba adalah berdoa dan bersyukur kepada-Nya, serta optimis berikhtiar, percaya bahwa Allah swt pasti menurunkan keberhasilan, keindahan, maupun terkabulnya permohonan di waktu terbaik yang ditetapkan-Nya untuk kita. Alhamdulillah, saya menghirup udara pagi awal September dengan rasa syukur teramat dalam, serta meyakini bahwasanya waktu-waktu terbaik akan Allah swt berikan di sesi yang tepat. Delapan bulan di tahun 2017 telah menjadi bukti "Zona Waktu" untuk sesi terbaik saya sedang bekerja. Maka, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?