Tuesday, July 23, 2013

Bunga itu Beraneka Warna


Dunia anak-anak penuh warna.


Flowers are Red

The little boy went first day of school
He got some crayons and he started to draw
He put colors all over the paper
For colors was what he saw

And the teacher said, "What you doin' young man?"
"I'm paintin' flowers" he said
She said, "It's not the time for art young man
And anyway flowers are green and red"

"There's a time for everything young man
And a way it should be done
You've got to show concern for everyone else
For you're not the only one"

And she said, "Flowers are red young man
And green leaves are green
There's no need to see flowers any other way
Than the way they always have been seen"

But the little boy said
"There are so many colors in the rainbow
So many colors in the morning sun
So many colors in the flower and I see every one"

Well the teacher said, "You're sassy
There's ways that things should be
And you'll paint flowers the way they are
So repeat after me"

And she said, "Flowers are red, young man
And green leaves are green
There's no need to see flowers any other way
Than the way they always have been seen"

But the little boy said
"There are so many colors in the rainbow
So many colors in the morning sun
So many colors in the flower and I see every one"

The teacher put him in a corner
She said, "It's for your own good
And you won't come out 'til you get it right
And are responding like you should"

Well finally he got lonely
Frightened thoughts filled his head
And he went up to the teacher
And this is what he said

And he said
"Flowers are red, and green leaves are green
There's no need to see flowers any other way
Than the way they always have been seen"

Time went by like it always does
And they moved to another town
And the little boy went to another school
And this is what he found

The teacher there was smilin'
She said, "Painting should be fun
And there are so many colors in a flower
So let's use every one"

But that little boy painted flowers
In neat rows of green and red
And when the teacher asked him why
This is what he said

And he said
"Flowers are red, and green leaves are green
There's no need to see flowers any other way
Than the way they always have been seen"

 (from : www.metrolyrics.com)


Lagu ini berkisah tentang seorang anak yang di hari pertama masuk sekolah menggambar bunga-bunga dengan beragam warna yang berbeda. Gurunya menilai bahwa bunga yang digambarnya salah. Seharusnya, dia memberi warna merah pada bunga dan hijau untuk daun, seperti yang selalu mereka lihat. Si anak protes, dia meneruskan menggambar sesuai imajinasinya. Hingga, guru itu menghukumnya. Akhirnya, anak itu menerima permintaan sang guru bahwa “bunga berwarna merah dan daun berwarna hijau.” Si anak melakoninya terus menerus, sampai melanjutkan sekolah ke tempat lain.

Puisi karya Harry Chapin dan kisah di atas mengingatkan saya pada sebuah pengalaman masa kecil. Saat itu, saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Suatu hari, murid-murid mendapat tugas menggambar pemandangan alam. Saya membuat gambar dengan warna-warna yang nyeleneh, tidak lazim menurut standar warna yang normal. Berikut ini detil warna dalam gambar yang saya buat : awan berwarna ungu kehitaman, bunga-bunga berwarna biru, daun-daun penuh warna kuning tua dan merah hati. Aneh! Mungkin, begitu komentar sebagian orang.

 Akibatnya, wali saya dipanggil ke sekolah. Guru menggambar menyarankan agar saya dibawa ke dokter mata. Saya dikhawatirkan mengidap penyakit buta warna! Olala.... Akhirnya, terjadi dialog di antara sesama orang dewasa tersebut. Wali saya menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu awan mendung memang muncul berwarna ungu (kelabu) plus kehitam-hitaman. Di luar negeri, ada bunga-bunga yang berwarna biru. Spesies tanaman puring daunnya banyak yang berwarna kuning, oranye atau kemerahan. Nah, saya tidak buta warna bukan?!

Roda kehidupan terus melaju. Zaman demi zaman berlalu. Dahulu, seorang anak yang kreatif kadang-kadang justru dianggap ‘berbeda’ dan kurang mampu diterima lingkungannya. Alhamdulillah, di masa kini sistem pendidikan di negara kita sudah banyak berubah. Namun, sistem dan pola belajar mengajar di sekolah tentu perlu terus ditingkatkan. Model pendidikan di masa kecil saya rata-rata bercorak factory style (zaman pabrik) dengan pola pembelajaran satu arah, bercorak doktriner. Di akhir fase belajar, ada quality control bernama ujian nasional. Guru mengajar di depan kelas, murid-murid menghafalkan materi pelajaran. Jawaban ujian cenderung harus sama seperti yang diajarkan. Kreativitas anak didik relatif kurang ditumbuhkan.

            Alhamdulillah, semangat menumbuhkan kreativitas di dunia pendidikan kini semakin berkembang. Banyak sekolah baru bermunculan, mengusung kurikulum dan metode belajar yang semakin berkualitas, menyenangkan dan memberdayakan siswa berikut segala potensi kreativitas yang dimilikinya. Semoga generasi baru ini kelak mekar menjadi bunga yang beraneka warna di taman indah Indonesia. Biarkan bunga terlukis beragam warna. Bunga-bunga tak melulu berwarna merah. Seperti halnya cita-cita masa kecil, tak semuanya harus menjawab : “Presiden!”

*) Surabaya, 23 Juli 2013.

~ Tulisan ini didedikasikan untuk anak-anak Indonesia, “Selamat Hari Anak Nasional! Nikmatilah keceriaan masa anak-anakmu. Lukislah impianmu dalam beragam warna, seindah pelangi di angkasa."   ^_^



Sunday, July 21, 2013

Buka Bersama Smada '90 Kediri di Surabaya


Sebagian alumni Smada '90 Kediri di Surabaya.
       

       “Undangan syukuran dan bukber Smada ’90 Kediri beserta keluarga,  Sabtu, 20-07-2013 pk. 17.00 WIB di RM. Agis-dekat Masjid Al-Akbar. Please, confirm untuk reservasi.”

Sebuah sms masuk ke HP saya siang itu. Undangan buka puasa pertama yang saya terima. Awalnya, saya ragu-ragu untuk hadir. Ada setumpuk pekerjaan rumah tangga yang harus saya lakoni di hari libur Sabtu-Minggu. Pada akhirnya, saya mantapkan hati untuk hadir. Saya sudah setahunan tak pernah bertemu teman-teman SMA, meski kami tinggal di kota yang berdekatan (Surabaya dan Sidoarjo). Di hari H, saya putuskan berangkat ke acara bukber sedikit terlambat. Saya selesaikan terlebih dahulu tugas-tugas di rumah. Pertimbangan lain, saya lebih nyaman pergi ke acara selepas shalat maghrib di rumah. Toh, jarak ke RM. Agis relatif dekat dari tempat tinggal saya.

Saat saya datang, teman-teman sudah menyelesaikan santap buka puasanya. Saya mengambil sepiring nasi dan lauk serta es dawet, sekadar mencicip rasa makanan di RM. Agis. Alhamdulillah, sore itu hadir 11 alumni Smada ’90 Kediri. Saya, Ninik, Emy, Luluk Baroroh, Ricka, Iwan (Abboe), Agus Salam, Yayak (Zaki) adalah grup yang sudah lama rajin hadir di ajang kumpul-kumpul. Moh. Amin dan Tjatur baru saya lihat lagi wajahnya sejak lulus SMA, 23 tahun lalu. Sementara itu, Arif B.S bergabung kembali di Surabaya karena alih tugas dari Papua ke Sidoarjo. Itu sebabnya, dia merasa perlu mengundang teman-teman sebagai ungkapan rasa syukur.

Kehadiran suami/istri serta anak-anak ikut meramaikan suasana buka bersama kali ini. Beragam cerita lucu dan tawa riang terdengar sejak sore hingga malam. Tak ada pesta yang tak berakhir, begitu kata pepatah. Acara buka bersama harus diakhiri saat malam semakin gelap dan anak-anak kecil yang hadir terlihat rewel, meminta segera pulang. Seperti biasa, agenda kegiatan ditutup dengan sesi foto bersama sebagai kenang-kenangan dan bukti kehadiran. Alhamdulillah, setelah berpamitan, bersalaman dan berciuman (sesama wanita ya!), kami pulang ke rumah dengan hati bahagia. Insya Allah, semoga kita bisa bertemu lagi di lain waktu.   ^_^


Friday, July 19, 2013

Rumah Sehat dan Ramah Lingkungan (Bagian II)


Ary berbagi ilmu tentang "Rumah Ideal di Kota Besar."


Seminar Femina, Sabtu, 21 Mei 2011
Hotel J.W. Marriott Surabaya
Pembicara : Ary Indra (arsitek)

~ Fungsional
Rumah sebagai tempat tinggal adalah tempat bermukim manusia dan keluarganya beserta seluruh perlengkapan hidupnya. Sebuah kebiasaan manusia adalah menyimpan segala perlengkapan dan barang-barang yang diperlukan di dalam rumahnya. Sebenarnya, kebiasaan menyimpan yang berlebihan bukanlah sesuatu yang harus dipupuk dan dibiasakan. Apabila terlalu banyak benda tak berguna yang disimpan di dalam rumah akan menjadikan hunian tidak sehat. Sebab, banyak kemungkinan kotoran atau hewan yang dapat tinggal di dalamnya.
Pembiasaan untuk memilah dan membuang barang-barang yang tidak diperlukan minimal sebulan sekali adalah hal yang perlu kita lakukan.

Ada beberapa kiat untuk membuat rumah tampak rapi dan terorganisir :
1. Simpanlah barang-barang yang memang benar-benar dibutuhkan. Kita seharusnya memulai kebiasaan membeli barang-barang sesuai kebutuhan, bukan sekadar keinginan.
2. Apabila barang-barang yang dibutuhkan itu tetap memiliki jumlah yang berlebih sementara  ruangan di rumah tidak terlalu besar, siasati ruang yang ada untuk menyimpan benda-benda yang kita miliki.

 Caranya :
 - maksimalkan semua ruang tersisa sebagai tempat penyimpanan.
 - manfaatkan elemen dalam rumah Anda dengan lebih kreatif.
 - buatlah gudang vertikal, misalnya dengan memanfaatkan ruang di bawah tangga atau menyimpan barang-barang di laci yang kita jadikan sebagai pijakan tangga.
 - menutup ruang penyimpanan dengan tirai-tirai dapat mempercantik ruangan dan memudahkan pengambilan benda-benda tersebut saat kita butuhkan.

Upaya-upaya tersebut di atas dapat dilakukan agar rumah mungil kita dapat memenuhi kebutuhan menyimpan yang biasanya menjadi kendala terbesar pada perawatan rumah tinggal. Dengan demikian kita dapat memanfaatkan ruang-ruang yang ada sesuai fungsi masing-masing secara optimal. Apabila kita mampu menata barang-barang dan ruang-ruang dengan rapi dan teratur maka rumah mungil kita akan menjadi tempat yang nyaman bagi para penghuninya.

~ Bersahabat dengan Alam
Manusia tanpa disadari mulai semakin jauh dari alam sekitarnya. Kita seringkali membuat batas tertentu dengan alam karena beranggapan bahwa alam sekitar ini kotor dan perlu ada jarak agar tidak terjadi kontak langsung dengan alam.
Rumah mungil yang memilki cukup banyak bukaan ke udara luar sangat bermanfaat bagi penghuninya. Cahaya matahari yang menyehatkan dapat membersihkan udara di dalam rumah sekaligus menciptakan animasi pada dinding-dindingnya. Jalinan udara alami yang dibiarkan berembus ke dalam rumah dapat menciptakan rasa nyaman tanpa harus membakar sumber energi tak tergantikan. Embusan angin bebas dapat memberi kepuasan pada indera pendengaran. Misalnya : bunyi angin yang timbul saat menerobos paksa lubang yang sengaja atau tidak sengaja diciptakan di rumah kita.

Rumah yang ideal adalah rumah yang justru dekat dengan alam di sekitarnya. Rumah seharusnya memiliki bukaan yang menjadikan rumah sebagai bagian dari alam atau sebaliknya.

Pemilihan tanaman juga merupakan satu hal penting yang tidak boleh dilupakan. Tanaman di samping memberi keuntungan sebagai elemen peneduhan yang dapat menyegarkan udara juga berperan menjadi pemuas kebutuhan indera penciuman dan dapat menjadi bagian integral dari desain sebuah rumah. Coba kita bayangkan saat memasuki hunian kecil dengan aroma daun jeruk yang sengaja ditanam di depan sambil mata dimanjakan hijau dedaunan dan bunga adenium yang mekar. Urutan ruang dan pengalaman sederhana namun sangat menyenangkan bukan? Kita bayangkan juga, sebaran aroma sedap malam pada saat kita menghabiskan hari menikmati rembulan dari sepetak halaman belakang. Tanaman menjadi elemen yang dapat meluaskan ruang imajinasi sebuah hunian, tanpa kita sadari bahwa pada alam kenyataan sesungguhnya kita sedang berhimpitan dengan tetangga depan maupun belakang.

Upaya lain yang dapat kita lakukan adalah membuat space/ruang di antara tanaman dan dinding. Sehingga, pada musim-musim tertentu burung-burung dapat membuat sarang pada ruang-ruang tersebut di rumah kita.
Di daerah perkotaan rumah-rumah biasa dibangun seluas tanah yang ada. Hal ini dapat disiasati dengan pembuatan taman pada dinding rumah atau di atap rumah.

Ada hal lain yang tidak boleh dilupakan dalam membangun dan mempercantik rumah, yaitu memilih elemen material yang tepat dan aman untuk kesehatan keluarga serta berwawasan lingkungan. Rencana memiliki rumah ideal tidak akan tercapai apabila material pendukungnya tidak memenuhi syarat minimum kesehatan. Pemilihan cat rumah misalnya, di samping warnanya indah dipandang mata harus dipastikan keamanannya untuk kesehatan keluarga. Cat yang mengandung APEO, merkuri, formaldehide dan bahan kimia beracun lainnya harus dihindari. Saat ini sudah tersedia produk yang bebas dari unsur-unsur kimia yang berbahaya tersebut.

Sebuah rumah yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- memiliki sirkulasi udara yang baik.
- mendapatkan cahaya matahari/cahaya matahari masuk ke dalam rumah.
- ada tanaman dan pohon-pohon sebagai penghias dan peneduh rumah.
- mampu melakukan pengembangan di dalam rumah sehingga rumah tersebut menjadi rumah yang kaya dan sarat hal-hal baru tempat bereksplorasi bagi penghuninya.
- memiliki arah hadap yang ideal yaitu menghadap utara-selatan.

Apabila kita mampu memanjakan semua kebutuhan jasmani dan rohani maka rumah kecil kita dapat bertransformasi menjadi rumah mungil yang indah dan nyaman. Namun, kita tidak boleh melupakan elemen pelengkap lain yang dapat menambah cerita di sekitarnya. Rumah mungil mampu memenuhi kebutuhan pemiliknya dengan tepat dan bersahaja tanpa mengurangi dimensi yang kaya dan sarat pengalaman. Meskipun rumah kecil dalam ukuran namun bila kita cermat mensiasati rasa secara seksama akan mampu dengan utuh memenuhi kebutuhan penghuninya. Itulah hakekat sebuah rumah yang sesungguhnya.

Bagaimana menurut pendapat Anda, pembaca?



Thursday, July 18, 2013

Rumah Sehat dan Ramah Lingkungan (Bagian I)


Ary, enjoy menjelaskan tentang rumah mungil yang ramah lingkungan.


Seminar Femina, Sabtu, 21 Mei 2011
Hotel J.W. Marriott Surabaya
Pembicara : Ary Indra (arsitek)


Rumah Mungil, Fungsional dan Bersahabat dengan Alam

Rumah adalah objek arsitektur yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Rumah menjadi tempat bagi kita dalam mengalami peristiwa kelahiran, pertumbuhan, perkawinan, sakit, kematian dan acara-acara lain dalam kehidupan. Rumah menjadi tempat manusia mengalami siklus hidupnya dan karena maknanya itu rumah menempati bagian tersendiri dalam kajian arsitektur. Sayangnya, menikmati rumah sudah direduksi menjadi penikmatan keindahan dua dimensi. Sesuatu yang wajar, namun memprihatinkan di era screen culture, di mana arsitektur hanya dilihat sebagai benda dua dimensi, urutan foto-foto keindahan tanpa cacat. Apabila kita buka majalah arsitektur atau gaya hidup, maka yang terpajang adalah gambar rumah yang licin mengkilat, bantal-bantal dan rangkaian bunga tertata indah, tanaman yang terpangkas rapi, tanpa ada ruang untuk setitikpun noda kehidupan.

Arsitektur adalah kata kerja dan bukan kata benda. Menikmati arsitektur tidak hanya dengan mata namun juga perlu mengaktifkan hampir seluruh panca indera kita. Arsitektur seperti sebuah runtutan pengalaman yang dimulai dari kejauhan saat objek mulai tampak di depan mata, mendekatinya untuk merasakan suasananya dalam skala manusia, menyentuhnya dengan tangan untuk merasakan tekstur bentuknya dan bahkan membaui untuk bisa merasakan secara benar objek tersebut dalam konteks lingkungannya.

Membuat rumah seharusnya dilakukan seperti mencipta sebuah objek arsitektur yang benar. Rumah seharusnya memberikan kemanjaan pada panca indera yang kita miliki dan tidak mereduksinya hanya untuk penikmatan visual belaka seperti yang kita akrabi selama ini. Komposisi pemaknaan yang tepat pada pandangan, perabaan, pendengaran dan penciuman sungguh penting supaya pengalaman yang diperoleh merupakan kesatuan yang renyah namun tidak terpisahkan.

~ Rumah Mungil
Mimpi memiliki rumah adalah mimpi semua orang untuk melengkapi 3 hal pokok : sandang, pangan dan papan. Namun, harga rumah semakin mahal dan kemungkinan yang terwujud umumnya tidak seindah impian. Rumah menjadi semakin kecil karena kini rumah adalah bagian dari komoditi yang harus memiliki kaidah-kaidah ekonomi.
Hal ini mengingatkan kita bahwa sudah waktunya bagi kita yang tinggal di kota besar memiliki satuan 'ukuran' tersendiri untuk dinikmati. Kita disarankan untuk tidak melihat rumah hanya dari segi ukuran/luasnya namun seberapa kaya rumah kita mampu menjadi tempat bereksplorasi bagi penghuninya. Adalah lebih utama mendeskripsikan ukuran dalam satuan sedikit berbeda, yang dapat disemangati sebagai upaya menjadikan rumah menjadi tempat yang lebih baik. Sama seperti mentransformasi House menjadi Home, rumah kecil direka ulang menjadi rumah mungil, nilai ukuran yang objektif dijadikan subjektif.

Rumah mungil dikonotasikan sebagai keelokan, kenikmatan memiliki sebuah hunian kecil, terbatas namun penuh makna dan pengalaman di dalamnya, rumah yang bisa dipakai untuk menggiatkan semua panca indera kita. Rumah untuk kehidupan, bukan rumah hanya sekedar untuk pajangan.

Sebuah hunian selalu mengandung jiwa pemiliknya sehingga faktor manusia menjadi penting untuk mewujudkan rumah mungil. Sebagai kuncinya, kita harus mampu mereduksi want (keinginan) dan menyediakan apa-apa yang menjadi need (kebutuhan). Sehingga, rumah kecil tidak berlebihan dalam segala elemen pembentuknya dan kita diharapkan mampu mengoptimalkan apa yang ada supaya lebih berguna serta mensiasati yang tidak ada dengan keterbatasan yang dimiliki. Rumah mungil lebih dari sekedar tempat bernaung namun juga ruang kehidupan yang kaya. Rumah bukan hanya sebuah ruang pamer namun memiliki kaidah fungsional yang nyata.

Dalam upaya menciptakan rumah yang fungsional dan fleksibel, dinding adalah bagian termudah untuk disiasati. Sebuah rumah kecil yang dibiarkan terbuka tanpa banyak sekat terasa lebih nyaman dibandingkan pemberian pembatas yang berlebihan. Sehingga, pilihan mengurangi jumlah dinding membuat rumah mungil menjadi kesatuan visual yang luas, lebih menarik daripada sekadar komposisi banyak ruang kecil yang berhubungan. Seberapa sering tamu berkunjung ke rumah kita? Kenyamanan pemilik rumah tentu menempati prioritas tertinggi dibandingkan tamu yang hanya datang sesekali. Apabila jarang ada tamu yang datang ke rumah, ruang tamu bisa dibuat di teras rumah. Sementara itu, ruang di dalam rumah dapat dipergunakan sebagai ruang keluarga.

Apabila ukuran rumah menjadi kendala, kita dapat memanfaatkan warna untuk membentuk suasana yang diinginkan. Dinding dapat diperkuat dengan bantuan warna yang sensasinya memberi kesempatan melihat hidup sehari-hari dalam nuansa yang berbeda. Pemilihan warna yang menenangkan sama pentingnya dengan membubuhkan warna yang menggairahkan. Sebab, inti mewarnai rumah adalah memainkan emosi yang ditimbulkan pada saat kita memandangnya. Warna yang tepat dapat memberi kedalaman berbeda di setiap bidang dinding kita. Sebuah warna yang berbeda pada ruangan yang didominasi warna putih akan memberi penekanan yang lebih pada bagian tersebut, memberikan daya tarik pada ruangan.
Bermain dengan tekstur juga akan memberikan bumbu pengalaman di dalam rumah mungil. Menerapkan satu macam tekstur memang mudah dan murah untuk pemeliharaan, namun rumah akan cepat membosankan. Tekstur halus untuk pintu utama dan setengah kasar pada dindingnya akan memberi keragaman yang kaya dan memanjakan indera peraba. Keasyikan merasakan hal yang berbeda dalam satu permukaan rumah mungil yang tertata akan menjadikan memori kenikmatan saat kita merekamnya sebagai kenyamanan yang pas dan terjaga. Menerapkan berjenis pelapis dinding tanpa berlebihan juga strategi mudah yang dapat dikedepankan. Dalam komposisi yang tepat, kombinasi yang berbeda memberikan rumah kecil kedalaman yang sesungguhnya tidak dimilikinya.

Rumah seharusnya memberikan kesempatan bagi penghuninya untuk tumbuh dan berkembang dengan sehat. Adalah sangat menyenangkan untuk dapat menemukan sesuatu yang baru setiap hari di rumah. Bagi anak-anak, rumah sebaiknya memberikan ruang yang cukup bagi mereka untuk bereksplorasi dan memuaskan rasa ingin tahu mereka yang biasanya sedang berada dalam puncak perkembangannya. Pada akhirnya, rumah yang baik akan menumbuhkan karakter yang positif pada diri anak-anak.

Rumah juga arena eksplorasi yang menyenangkan untuk orang dewasa apabila penghuni rumah dapat menemukan pengalaman yang berbeda setiap hari di rumahnya. Hal-hal alami seperti cahaya matahari, embusan angin, bayangan benda maupun bulan yang sedang purnama merupakan bagian keindahan yang semestinya dapat kita nikmati di rumah kita. Oleh karena itu, rumah yang 'kaya' merupakan terowongan yang menjadi ruang eksplorasi yang tidak ada habisnya bagi para penghuninya.

Nah pembaca, sudahkah kita mendesain hunian kita menjadi rumah yang kaya?


Wednesday, July 17, 2013

Busana Warna Pelangi

Kepompong berubah menjadi kupu-kupu.
           Aku mulai berjilbab di semester tiga atau tahun kedua perkuliahan. Aku kuliah di sebuah program diploma kedinasan. Suasana kampusku sangat Islami. Hal ini memudahkan bagi para mahasiswinya untuk menutup aurat dengan berhijab. Saat pertama kali berjilbab, aku belum memiliki baju-baju panjang dan perlengkapan lainnya. Aku memutuskan berjilbab secara mendadak, spontan dari dalam hati kala keinginan berjilbab tiba-tiba datang.

            Ada satu ciri khas yang menjadi trade mark busana yang kukenakan setelah berjilbab. Sebagian teman menjuluki aku sebagai ‘Gadis kue lapis.’ Hehehe, manis dong! Maksudnya, aku terbiasa memakai warna-warni yang beraneka ragam dalam berbusana. Rok warna coklat, blouse warna pink, jilbab warna hijau muda. Nah, nggak matching khan?! Namun, aku tetap percaya diri dengan penampilan unik ini. Aku menyebutnya sebagai busana warna pelangi.

            “Kamu benar-benar  funky deh!” canda seorang teman.
            “Ya iyyalah, aku khan berusaha memadukan koleksi baju yang ada. Insya Allah setelah terima uang saku, aku nanti beli baju-baju yang lebih pantas. Oya, ntar temani aku belanja ya!” jawabku  sambil melirik si teman.

            Hal lain yang istimewa dari busanaku adalah rok yang rata-rata pendek. Sehingga, aku terbiasa memakai kaos kaki yang relatif panjang. Aku pun mendapatkan anugerah julukan baru. Pippy, si kaos kaki panjang! Hahaha! Lumayan, aku punya kenangan manis dengan pilihan dandanan khas.

            Alhamdulillah, di akhir tahun uang saku dibayarkan. Aku diantar teman dekatku berbelanja ke Pasar Tanah Abang, Jakarta. Wah, kupilih bermeter-meter kain untuk gamis dan jilbab-jilbab baru. Agenda berikutnya, aku sibuk menggambar model-model gamis dan mencari penjahit khusus wanita. Saat baju-baju pesanan usai dijahit, muncul beberapa top model baru. Siapa mereka? Ya, teman-teman serumahku. Merekalah yang antusias mencoba baju-baju baruku, berlenggak-lenggok dan bergaya. Aku bersyukur dengan koleksi busana-busana baru penampilanku lebih bagus. Tak ada lagi si ‘Gadis kue lapis’ dan ‘Pippy, si kaos kaki panjang.’ Yang ada kini adalah seorang muslimah anggun dengan gamis serta jilbab panjang. Alhamdulillah, muslimah itu kini telah 21 tahun berjilbab. Benar. Aku adalah sang muslimah. 


Aku Gandakan Jilbabku

Seorang muslimah itu ibarat bunga yang cantik.

           Suatu pagi di semester tiga atau tahun kedua perkuliahan, aku tiba-tiba mendapat hidayah untuk menutup aurat. Sehari sebelumnya, aku mengikuti seminar tentang nilai-nilai wanita Islam. Namun, aku berjilbab bukanlah karena materi seminar atau kepiawaian pembicara yang memukau kalbu. Aku memutuskan berhijrah karena tersentuh oleh sebuah lagu dan tersentil oleh  peristiwa jatuhnya sebuah pesawat terbang. Lagu yang menembus relung jiwaku adalah “Twinkle-twinkle Little Star.” Lagu ini sering kudengar dan membuatku berpikir tentang Tuhan di atas ‘Arsy serta hukum-hukum-Nya. Salah satu hukum itu tentang kewajiban berjilbab bagi kaum muslimah.  

            Sebulan sebelum aku berjilbab, ada peringatan hari ABRI yang digelar di Jakarta. Aku mendengar berita dari radio bagaimana gagahnya pasukan-pasukan tersebut berparade. Akan tetapi, saat pulang ke markasnya salah satu pesawat pengangkut sejumlah prajurit jatuh dan menewaskan para penumpangnya. Aku tersentak dan merenung. Alangkah mudahnya Allah Swt mengambil ruh dari jasad hamba-hamba-Nya. Jika waktuku tiba, apa yang akan kubawa menghadap-Nya? Aku belum banyak beramal kebaikan, menutup aurat saja tidak sempurna.  

            Alhamdulillah, sejak hari pertama aku berjilbab banyak teman yang mendukungku. Aku sangat bersyukur dan senang dengan perhatian mereka. Satu hal yang aku tekadkan di hari pertama berhijab adalah memperbaiki niatku berhijrah. “Aku harus memperbaiki kualitasku sebagai seorang muslimah. Aku harus mampu menjadi seorang duta yang baik bagi Islam. Aku sebaiknya juga mengajak muslimah lainnya untuk berjilbab,” ikrarku di dalam hati.

            Alhamdulillah, saat kuliah aku bisa mengajak beberapa teman untuk aktif di kajian keislaman dan berujung dengan kemauan mereka menutup aurat dengan benar sesuai syariat Islam. Setelah bekerja, aku meneruskan langkah untuk menggandakan jilbab pada teman-teman di kantor. Saat bertugas di Surabaya, aku adalah satu-satunya hijaber di kantorku. Aku membuka pengajian untuk ibu-ibu muslimah di kantor. Aku meminta ustadzah membahas masalah berjilbab dan berbagai hal tentang keislaman. Aku sangat bahagia ketika satu teman kantorku akhirnya mendapat hidayah, berjilbab. 

            Aku terus berdoa dan memotivasi ibu-ibu lainnya untuk berhijab. Alhamdulillah, kini ibu-ibu muslimah di lingkungan kerjaku sebagian besar berjilbab. Mereka pun aktif menambah ilmu keislaman dengan mengikuti kajian dan belajar membaca Al-Qur’an di sela-sela kegiatan kerja. Insya Allah, aku berusaha terus menambah jilbaber di manapun aku berada. Semoga Allah Swt meridhoi misi muliaku ini. Amien Yaa Rabbal ‘Alamin.