Thursday, July 23, 2015

Idul Fitri Momen Kembali Suci


Open house di hari raya Idul Fitri.

       Saat suara takbir mulai berkumandang, ada dua rasa yang menyelinap di dalam hati. Yang pertama, rasa syukur telah berhasil menjalankan ibadah puasa Ramadhan, meski saya tak bisa berpuasa sebulan penuh (tetap ada catatan 'utang' puasa-hiks!). Satu rasa berikutnya adalah rasa sedih, karena bulan yang penuh keistimewaan itu telah berlalu. Di penghujung Ramadhan, sebuah doa indah saya ucapkan. Semoga Allah SWT memberi kita semua panjang usia, hingga kita bisa bertemu kembali dengan Ramadhan di tahun-tahun mendatang.

       Pagi hari 1 Syawal, umat Islam berbondong-bondong melaksanakan shalat Idul Fitri. Usai sudah segala gegap gempita dan kegembiraan di bulan Ramadhan, berganti rasa bahagia menyambut Idul Fitri. Sejak pindah rumah ke Sidoarjo, saya biasa shalat Idul Fitri di sebuah masjid besar dekat perumahan. Masjid di perumahan saya tidak mengadakan shalat Idul Fitri, karena sebagian warganya sudah banyak yang mudik. Usai shalat Idul Fitri, saya mulai berkemas-kemas untuk pulkam (pulang kampung). Saya beruntung bahwa tempat kerja dan kampung saya tidak berjauhan. Itu sebabnya, saya bisa santai mudik seusai shalat Idul Fitri.

       Alhamdulillah, perjalanan mudik tahun ini berjalan lancar. Sore itu, terminal bus Bungur Asih relatif sepi. Saya mendapatkan bus patas AC, bisa memilih tempat duduk, dan perjalanan pulkam terasa menyenangkan. Tahun lalu, saya mungkin salah memilih jam keberangkatan. Kala itu, suasana terminal ramai sekali. Saya terpaksa naik bus jurusan Madiun-Solo-Yogya. Saya tak bisa turun di dekat kota tujuan karena bus penuh sesak. Saya terpaksa turun di Nganjuk, berganti bus ke jurusan Kediri.

Salah satu kiriman kartu lebaran.





       Lebaran tahun ini saya sebenarnya berniat mengirim kartu ucapan Idul Fitri untuk teman-teman dan sahabat-sahabat dekat. Saya ingin mengulang kenangan di masa lalu, memberi hadiah kecil sebagai ungkapan silaturahmi dan menunjukkan perhatian. Sayangnya, kesibukan menjelang hari raya membuat saya tak sempat mencari dan mengirim kartu lebaran. Akhirnya, saya mengikuti tradisi di era digital, mengirim kartu lebaran secara online dan sms. Saya menerima beberapa kartu lebaran cantik via email. Ah, senang juga rasanya....




     

        Saya punya sebuah harapan yang teramat ingin saya wujudkan, beramal lebih banyak hal di hari raya Idul Fitri. Saya berharap pada lebaran-lebaran yang akan datang bisa open house dengan mengundang anak-anak yatim ke rumah. Saya juga ingin bisa berbagi hantaran ke para tetangga di perumahan maupun di kampung. Saya ingin berbagi lebih banyak ke sanak kerabat. Saya ingin bisa memberi dan lebih banyak berbagi rezeki. Sehingga, momen Idul Fitri bisa membawa diri saya benar-benar kembali fitri (suci). Tentu saja saat bersilaturahmi dan berbagi semestinya diiringi saling memaafkan, lahir maupun bathin.


       Pembaca, selamat merayakan Idul Fitri 1436 H, mohon maaf lahir dan bathin. Semoga Anda tetap menjadi pengunjung setia blog ini.






Tuesday, July 14, 2015

Silaturahmi ke Rumah Teman Pramuka


Diana Chusna, teman masa SMP di Kediri.

          "Whaaaaa...!!!" teriak saya sebelum kaki ambles masuk ke empang yang tampaknya dangkal ternyata berair lumayan dalam. Di belakang, saya dengar suara Diana ikut histeris berteriak-teriak memanggil nama saya. Hihi, itu kenangan waktu kami masih SMP. Saat itu, saya, Diana, dan teman-teman yang aktif di kegiatan Pramuka sedang mengikuti sebuah acara perkemahan.

        Ya, saya dan Diana adalah aktivis Pramuka di masa SMP. Sewaktu SMP, saya dan Diana tidak pernah sekelas. Namun, kami sering bertemu saat latihan-latihan kepramukaan di sekolah dan berbagai turunan kegiatan Pramuka. Misalnya, bersepeda mengunjungi objek wisata sejarah di Kediri, serta beragam perkemahan. Saya dan Diana berbeda regu di kepramukaan. Regu kami sering bersaing menjadi juara di aneka ketrampilan kepanduan, nyita (nyanyi dan tari), P3K, juga penjelajahan. Dalam memori tercatat bahwa regu saya seringkali lebih unggul dari regu Diana. Akan tetapi, kami tetap berteman baik dan berlatih Pramuka dengan riang gembira. Setelah lulus SMP, kami tak pernah bertemu selama beberapa puluh tahun. Kami bersua lagi ketika reuni SMP tahun 2011 dan 2012. Kami juga menjadi akrab berteman melalui jejaring sosial.

       Alhamdulillah, 03-07-2015 lalu Allah SWT memberi saya kesempatan untuk bersilaturahmi ke rumah Diana di Jember. Jumat siang itu, usai sebuah tugas dari kantor, saya menjemput Diana yang sedang liqo' (kajian) di kampus tempatnya mengajar (Unej). Saya beruntung masih mendapatkan hampir setengah materi kajian yang diberikan. Saya salut pada Diana. Meski dia sedang tugas belajar di program S3 (kandidat doktor), namun tetap rajin menambah ilmu agama bersama kelompok kajiannya.

Diana dan salah satu putrinya.

       Seusai kajian, Diana mengajak saya mampir ke rumahnya. Saya pun berkenalan dengan 1 putra plus 3 putri sahabat saya. Ada rasa bahagia bahwa teman sekolah saya telah menjadi sosok yang berhasil. Putri sulung Diana kuliah di FK UI, sementara putra keduanya kuliah di ITB. Diana juga tergolong sukses dari segi pendidikan. Diana lulus S1 FK UGM, S2 bidang kedokteran, dan melanjutkan ke jenjang S3. Satu hal yang membuat saya kagum, Diana berani mengambil keputusan berhenti buka praktek dokter agar lebih fokus dalam mendidik anak-anaknya. Saya yakin, imbalan buka praktek dokter pasti relatif besar, namun Diana tak melulu berpikir tentang pencapaian secara materi semata.

Sudut rumah Diana yang saya sukai, kolam ikan koi.

       Akhirnya siang hingga sore itu, saya dan Diana berbagi cerita tentang banyak hal. Kami berdiskusi mulai masalah dunia kerja, kanker serviks yang kini menduduki peringkat tinggi di Jawa Timur, aktivitas sehari-hari, tentang mengatur rumah, hingga hobi tulis-menulis. Secara saya senang menulis, maka saya ajak Diana untuk ikut gemar berbagi ilmu lewat tulisan. Terlebih dengan latar belakang ilmu kedokteran yang mumpuni, tulisan-tulisan di bidang kesehatan pasti akan menambah ilmu bagi kaum wanita serta masyarakat luas. 

      Tak lupa, kami juga mengobrol tentang kenangan masa-masa sekolah dan teman-teman SMP. Waktu memang berjalan sangat cepat. Rasa-rasanya baru kemarin kami masih anak-anak, jelang remaja. Saat ini, kami sudah tumbuh menjadi orang dewasa. Cerita-cerita masa lalu kadang berubah indah setelah berlalunya waktu sekian puluh tahun. Satu rezeki yang saya syukuri, rasa persahabatan di antara saya dan Diana tetap terjalin dengan baik, walau kondisi kami kini berbeda. Adakalanya, pada suatu masa, di suatu tempat, seseorang dihargai dari tumpukan harta kekayaan duniawi (yang tampak), kedudukan dan jabatan, serta atribut dunia lainnya. Alhamdulillah, saya dan Diana memiliki prinsip sama. Kami menghargai dan menghormati seseorang dari perilaku yang baik, kebaikan hati, serta kemuliaan akhlak dan agamanya.

       Tanpa terasa hari mulai petang, sambil membawa putri bungsunya ke acara buka bersama teman sekolah, Diana mengantar saya ke terminal bus. Hati kami berat untuk berpisah. Kami saling menggenggam tangan erat dan saling berdoa untuk kebaikan serta kebarokahan kehidupan masing-masing. Tentu saja kami juga berdoa agar Allah SWT tetap menjaga tali silaturahmi kami. Di bus, saya seolah melihat gambar-gambar masa lalu hadir kembali. Saya melihat serombongan anak laki-laki berseragam Pramuka sedang menyanyikan lagu,"Diana, Diana...kekasihku, bilang pada orangtuamu...." Haha! Saya percaya bahwa suami Diana adalah lelaki yang beruntung, karena berhasil menyunting seorang aktivis Pramuka yang shalihah.






Monday, July 13, 2015

Undangan Berbuka Bersama Anak Yatim


Alunan lagu Islami dari anak-anak yatim.


Dari Anas r.a, dikatakan: "Wahai Rasulullah SAW, shadaqah apa yang nilainya paling utama?" Nabi SAW menjawab: "Shadaqah di dalam bulan Ramadhan."  
(HR. At-Tirmidzi).


       Saya bukan orang ternama. Saya seorang muslimah yang bersahaja. Itu sebabnya selama bulan Ramadhan saya hanya menerima beberapa undangan/ajakan untuk buka bersama. Sebuah undangan buka bersama dikirimkan oleh pengajian yasinta (yasin dan tahlil) putri di perumahan tempat tinggal saya. Saya belum pernah hadir di acara pengajian yasinta perumahan. Maklum, acara pengajian diadakan sore pas hari kerja, saat saya masih dalam perjalanan pulang dari kantor. Sesampai di rumah, acara pengajian biasanya sudah berakhir. Namun, saya menitip pesan pada ibu-ibu di kelompok yasinta agar saya tetap diundang jika ada acara pengajian.

       Alhamdulillah, hari Ahad, 28-06-2015 lalu saya bisa hadir di acara pengajian akbar dan buka bersama anak yatim. Acara berlangsung di masjid perumahan dengan mengundang 50-an anak yatim dari panti asuhan serta anak-anak yatim dari perkampungan sekitar perumahan. Acara diawali dengan penampilan adik-adik yatim dari panti asuhan yang membawakan shalawat Nabi (Muhammad SAW) dan lagu-lagu Islami, dilanjutkan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, serta ceramah agama dari seorang ustazah. Dalam kajian yang diberikan, penceramah menekankan pentingnya meningkatkan amal-amal kebaikan di bulan Ramadhan, salah satunya dengan memberikan santunan kepada anak-anak yatim. Tujuan pemberian santunan/bingkisan untuk para anak yatim adalah membahagiakan hati mereka. Sehingga, anak-anak yatim tersebut turut bergembira saat merayakan Idul Fitri, seusai Ramadhan.

        
Pembagian bingkisan dan santunan untuk anak yatim.



        Usai mendengarkan ceramah, acara diteruskan dengan pembagian bingkisan dan santunan untuk adik-adik yatim. Bingkisan yang diberikan berisi kue-kue untuk lebaran dan perlengkapan sekolah. Senyum cerah menghias wajah mereka saat menerima hadiah dari ibu-ibu jamaah yasinta putri. Tak lama kemudian, azan Maghrib berkumandang. Takjil pun dibagikan kepada anak-anak yatim dan jamaah putri yang hadir. Setelah shalat Maghrib, acara buka bersama digelar dalam nuansa kesederhanaan. Ada rasa bahagia saat saya bisa berbuka bersama anak-anak yatim. 

       Satu doa saya ucapkan di dalam hati, semoga saya bisa hadir kembali di acara-acara buka bersama anak-anak yatim pada tahun-tahun mendatang. Saya bersyukur atas perhatian dari ibu-ibu jamaah yasinta. Meski belum bisa aktif di kegiatan pengajian putri, mereka tetap mengajak saya untuk bergabung di acara yang diselenggarakan jamaah yasinta putri. Satu contoh kegiatan positif saya dapatkan di sore itu. Insya Allah, semoga saya mampu mengadakan kegiatan serupa melalui wadah komunitas yang berbeda di Ramadhan-Ramadhan mendatang. 





Tuesday, July 7, 2015

Bahagia itu Bertemu Bulan Ramadhan


Masjid kecil tempat saya biasa berbuka dan shalat Tarawih.

"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan 
dan mengharapkan ridho-Nya, maka diampunilah dosa-dosa 
yang dilakukannya di masa lalu."
(HR. Bukhari, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban)


       Salah satu kenangan indah di masa kecil saya adalah bertemu bulan Ramadhan. Saat Ramadhan tiba, saya biasa pergi ke masjid untuk shalat Tarawih bersama teman-teman. Di bulan Ramadhan pula saya bertemu beberapa makanan yang jarang tersedia di hari-hari biasa. Sebut saja beberapa di antara menu khas Ramadhan, kolak pisang, es dawet, es blewah, puding, dan beraneka kue untuk takjil berbuka puasa. Saya ingat di masa SD menu pertama yang saya sukai untuk berbuka adalah es susu cokelat. Maksudnya, susu cokelat diberi sepotong es hingga rasanya manis, dingin, dan segar.

      Di setiap jenjang pertambahan usia, selalu ada kenangan tersendiri tentang hadirnya Ramadhan. Masa-masa kuliah di Kampus Jurang Mangu turut menggoreskan catatan beragam cerita Ramadhan. Untuk pertama kalinya, saya mulai menikmati sahur dan buka puasa jauh dari keluarga, bersama teman-teman kuliah. Saya mulai belajar mandiri, termasuk dalam hal menyiapkan makanan untuk sahur dan berbuka puasa. Saya ingat salah satu ritual khusus usai buka puasa dan shalat Tarawih adalah mencari menu untuk sahur. Saya tergolong orang yang praktis dan tidak suka repot. Itu sebabnya, saya tak suka menghangatkan makanan untuk sahur. Sebagai solusinya, saya menempatkan bungkusan nasi untuk sahur di atas lampu belajar semalaman, agar makanannya tetap hangat. Hahaha....

Nasi kuning, menu buka bersama di masjid.

       Ramadhan, di setiap tahun yang saya jalani selalu meninggalkan berbagai cerita yang manis maupun pahit. Tahun-tahun terakhir ini, saya lebih senang mampir ke sebuah masjid untuk berbuka dan shalat Tarawih, seusai pulang kerja. Saya sering membawa sebungkus kurma dan kue-kue untuk takjil para jamaah masjid. Sebagai gantinya, saya menerima sebungkus nasi atau sekotak nasi kuning untuk berbuka. Ada rasa bahagia saat menikmati buka bersama di masjid. Masjid yang saya pilih sebuah masjid kecil di dekat tempat kos saya waktu tinggal di Surabaya. Mengapa? Saya merasa cukup nyaman di masjid tersebut. Saya sudah mengenal sebagian jamaah wanita di sana. Sehingga, saat datang ke masjid kami bisa saling bertegur sapa serta duduk menunggu azan Maghrib sambil berbagi cerita.

       "Wah, anak wedokku datang...." begitu biasanya sambutan dari ibu-ibu di masjid tempat saya berbuka puasa.

       Saya merasa senang mendengar sapaan seperti itu. Saya bahagia setiap bertemu bulan Ramadhan, menikmati beragam kekhasan di bulan ini. Masjid-masjid ramai dengan jamaah shalat Maghrib hingga Tarawih. Para jamaah bergiliran dan berlomba berbagi takjil dan makanan untuk berbuka puasa. Saya sering berharap di dalam hati sanubari. Seandainya saja, sebelas bulan kemudian bermacam kegiatan dan kebiasaan di bulan Ramadhan tetap dijalankan, alangkah damainya dunia ini..... Masjid-masjid tetap dikunjungi banyak jamaah, makanan dan minuman selalu ada setiap sore di masjid. Insya Allah, para fakir-miskin semestinya tak perlu ada yang kelaparan di sepanjang tahun....

       Pembaca, mari kita me-Ramadhan-kan sebelas bulan setelah bulan Ramadhan berakhir.