Monday, December 28, 2015

Seminar Writingpreneur : Masa Depan di Ujung Pena (Bagian II)


Haidar Bagir berbagi cerita tentang kiat menulis.

PPKK Universitas Airlangga, Sabtu, 14 November 2015
Convention Hall, Kampus C Unair Surabaya
Pembicara : Dr. Haidar Bagir


# Mengapa Memilih menjadi Seorang Writerpreneur?

       Dr. Haidar Bagir saat ini dikenal sebagai CEO Penerbit Mizan, seorang penulis, serta tercatat pernah terpilih sebagai Pemimpin Redaksi Republika. Sosok seperti Haidar Bagir layak disebut sebagai writerpreneur. Dalam seminar yang digagas PPKK Unair beliau berbagi cerita tentang alasan memilih menjadi seorang writerpreneur. Haidar senang membaca sejak kecil. Kebiasaan baik inilah yang membuatnya mulai suka menulis. Di masa kecil, oleh-oleh yang sering diberikan oleh ayah Pak Haidar untuk anak-anaknya adalah buku.

       Saat Pak Haidar muda masih masuk kategori zaman susah. Bacaan yang bisa dibaca sebatas komik "Karman dan Saleh", "Rumah Kecil di Padang Rumput" (Laura Ingals), dan komik-komik Kho Ping Hoo. Cerita dalam komik tidak selalu buruk. Komik silat Jawa maupun China sebenarnya banyak mengandung hikmah (kebijakan) yang bisa dipetik. Banyak membaca buku merupakan awal dari munculnya kemampuan untuk menulis. Secara jelas dalam dunia nyata terlihat bahwa orang yang tidak suka membaca sulit (bahkan tidak mungkin) menjadi seorang penulis. Tanpa didukung oleh hobi membaca, orang cenderung 'sembelit' untuk menulis, atau malah tidak mampu menulis.

       Kapan sebaiknya kita menulis? Resep Haidar sederhana saja, orang bisa menulis bagus saat kepalanya penuh dengan bahan dan terpaksa harus dikeluarkan dalam bentuk tulisan. Ketika duduk di bangku SMA, Haidar memiliki guru Bahasa Indonesia yang berkualitas. Sehingga, Haidar bisa mengikuti lomba menulis, juara 1 dalam lomba menulis di Solo, hingga tingkat Provinsi Jawa Tengah. Kebiasaan membaca dan menulis berlanjut saat Haidar kuliah di ITB Bandung yang memiliki perpustakaan dengan koleksi buku-buku bagus. Waktu mahasiswa, Haidar biasa menulis di Harian Pikiran Rakyat yang menyediakan kolom "Halaman Mahasiswa" dan sering mendapat honor dari tulisan yang dimuat.

       Semasa mahasiswa, Haidar aktif dalam kegiatan kampus di Masjid Salman ITB, dan menjadi pengurus program Ramadan di Salman. Ada sebuah fenomena baru yang muncul di tahun 1970-an, yaitu orang-orang yang shalat di Masjid Salman adalah pemakai mobil mewah. Hal ini menunjukkan Masjid Salman menjadi tempat berkumpulnya kalangan kelas menengah muslim. Kelas menengah muslim merupakan kelompok baru di Indonesia, yaitu kalangan menengah muslim yang religius, tertarik untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan lebih baik.

       Secara singkat, kelompok baru muslim kalangan menengah yang relatif kaya tersebut mempunyai selera menjalani hidupnya seperti kalangan santri. Kelas menengah baru ini membutuhkan 'air' yang menyejukkan dahaga mereka akan pengetahuan yang lebih luas tentang Islam. Fenomena yang ada di tengah masyarakat tersebut di atas menjadi salah satu semangat bagi Haidar untuk berdakwah lewat tulisan (buku). Celah (peluang) yang timbul dari munculnya kelas menengah Islam di Indonesia dijawab Haidar pada tahun 1983 dengan mendirikan Penerbit Mizan bersama 2 orang temannya, Ali Abdullah dan Zainal Abidin Shahab. Mengapa? Saat itu, buku-buku Islam yang beredar belum banyak, tampilan serta isi buku-buku Islam masih sederhana (kurang menarik). Kondisi ini diisi Penerbit Mizan dengan menerbitkan buku-buku Islam dengan kualitas relatif bagus, tampilan dan isi menarik, untuk meningkatkan wawasan keislaman masyarakat Indonesia.

       Dengan demikian terjawab pertanyaan mengapa Pak Haidar memilih membangun penerbitan dan menjadi seorang writerpreneur, yaitu :

1. Pekerjaannya melibatkan membaca dan menulis yang merupakan hobi (passion)
2. Menyalurkan semangat untuk menghabiskan hidup dalam dakwah Islam
3. Usaha (bisnis) penerbitan menjanjikan pemasukan yang relatif besar sekaligus bisa memberi lapangan kerja.

Haidar terlihat jeli melihat peluang, yaitu pangsa pasar yang belum digarap orang lain. Keadaan yang ada di tengah masyarakat (kalangan muslim baru), ditindaklanjuti dengan memenuhi kebutuhan maupun keinginan mereka (buku-buku untuk menambah wawasan keislaman). Semua syarat untuk mencapai keberhasilan ada pada diri Haidar. Penerbit Mizan kini termasuk salah satu dari 5 penerbit terbesar di Indonesia, dengan 'anak' di antaranya : Bentang Pustaka, Noura Books, DAR! Mizan, serta Qanita.

       "Saya menulis, karena itu saya ada," itulah semboyan dari Haidar Bagir. Menulis itu menjadi ekspresi keberadaan kita. Menulis juga untuk berdakwah. Menulis mampu memberi 'kehidupan' bagi orang lain. Hal ini terbukti, Mizan saat ini mempunyai tak kurang dari 600 karyawan. Menulis tak sekadar kegiatan yang menyenangkan, namun menulis bisa memberdayakan orang lain, serta memberi pencerahan dalam kehidupan masyarakat luas.





4 comments:

  1. Sayangnya aku gak ikutan acara ini. Pasti luar biasa. Makasih udah merangkumnya. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. @ Anisa Ae : Setiap orang diberi 'rezeki' sendiri-sendiri oleh Allah SWT. Saya lihat infonya jelang hari terakhir, pas pulang kerja. Semoga Mbak Anisa bisa ikut pelatihan yang lain ya. Insya Allah, seusai ikut seminar saya buatkan tulisan materinya. Semoga bermanfaat, dan matur nuwun sudah dibaca. ^_^

      Delete
  2. Mba Juli.. kapan ya bisa ketemuan lagi.., kangen euy, tetap menulis, tetap menginspirasi yaa, Barokallahu ♥

    ReplyDelete
    Replies
    1. @ Dwi Permitasari : Hihi, iya Mbak Mita, kangen juga nih. Semoga tahun 2016 nanti banyak acara seminar di Surabaya, dan kita bisa ketemuan nggih. Insya Allah, saya akan terus menulis, selama hayat di kandung badan ya. Keep writing ! Matur nuwun nggih, sudah mampir sini. ^_^

      Delete