Wednesday, October 2, 2013

Barokah Bersilaturahmi ke Rumah Yatim

Beramal kebaikan akan berbunga pahala.

"Sebaik-baik rumah kaum muslimin adalah rumah yang di dalamnya anak yatim diperlakukan dengan sebaik-baiknya, dan seburuk-buruk rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya anak yatim diperlakukan dengan buruk." 
(HR. Ibnu Mubarak)


           Beberapa tahun lalu, kondisiku sedang berada di titik nadir. Saat itu, aku sakit-sakitan. Aku pernah mengalami kecelakaan waktu kecil, sebagian ingatanku rusak. Aku mengalami amnesia jenis retro-grade, ingatan masa kecilku lenyap dari folder penyimpanan di otakku. Ketika ingatanku pulih, aku merasakan sakit yang luar biasa. Uangku terkuras untuk biaya berobat. Harga obat-obatan yang harus kubeli relatif mahal untuk ukuran kantongku.

            Saat ingatanku pulih, aku lebih banyak terbaring di dipan. Tubuhku terasa lemas, tak bertenaga. Jangankan untuk makan, mengunyah makanan saja menimbulkan sensasi nyeri yang dahsyat di seluruh kepalaku. Aku hanya mengonsumsi sereal dan roti yang kutelan pelan-pelan agar kepalaku tak berdenyut-denyut. Mukaku pucat membiru, badanku perlahan bertambah kurus. Ingatanku yang pulih membutuhkan waktu penyembuhan cukup panjang. Aku berobat ke dokter. Aku mengikuti saran teman untuk mencoba terapi jus buah. Aku tetap bersemangat meneruskan kehidupanku. Aku tetap bekerja semampuku untuk memenuhi bermacam kebutuhan.

            Pada akhirnya, aku berserah kepada-Nya. Apabila Allah SWT berkenan mengembalikan ingatanku yang selama ini rusak, Dia pasti telah mengatur masa depanku sesuai rencana dan perhitungan-Nya dengan cermat. Aku menjalani episode demi episode hidupku dengan tabah. Saat gambar kesedihan dapat kuingat kembali, aku pun menangis. Kala memori tentang hal-hal lucu terlintas dalam otakku, aku tertawa-tawa. Mungkin, orang yang tak mampu memahami hal ini beranggapan bahwa aku telah gila.

            Dalam setiap kejadian selalu ada teman yang berbuat kebaikan dan sebaliknya. Di saat aku sakit, sejumlah teman menyebarkan hal-hal negatif. Aku dituduh telah hilang ingatan, stres, terobsesi meraih impian hingga gila, dlsb. Semua itu kuanggap sebagai cobaan. Aku tawakal pada-Nya. Diriku dan hidupku berada dalam genggaman-Nya. Aku selalu berpikiran positif. Apabila Allah SWT berkenan mengembalikan ingatanku yang selama ini lenyap, tentu Dia akan menolongku. Allah SWT pasti menyembuhkanku. Allah SWT akan menguatkan tubuhku.  Aku akan sehat kembali seperti sedia kala.
  
            Suatu sore, sebuah ide muncul di kepalaku. Aku ingin berkunjung ke panti asuhan yatim-piatu. Aku paham bahwa kondisi keuanganku memprihatinkan. Namun, aku memiliki keyakinan bahwa berbagi adalah salah satu cara menurunkan rahmat Allah SWT. Maka, aku mengumpulkan sejumlah barang untuk kusedekahkan ke rumah yatim. Sejumlah kue kering, obat-obatan, buku bacaan anak-anak, baju-baju layak pakai dan amplop berisi uang kusiapkan. Aku bergegas menuju sebuah panti asuhan yatim di dekat rumah kosku.

            Alhamdulillah, aku disambut baik di panti asuhan tersebut. Panti asuhan yang kusambangi berupa rumah sederhana dan berlantai tanah. Beberapa anak yatim yang masih kecil berebut mencium tanganku. Kuelus kepala bocah-bocah kecil itu penuh rasa sayang. Ada rasa bahagia menyelusupi relung hatiku. Seorang bocah lelaki berusia enam tahunan menatap wajahku cukup lama.

            “Ibu, aku ikut sama Ibu ya?! Aku ingin punya Ibu,” pinta bocah kecil itu padaku.
            “Ibu sedang sakit, Nak. Ibu juga belum punya rumah,” jawabku sambil mengelap air yang perlahan menetes dari biji mataku.
            “Semoga Ibu lekas sembuh. Aku doakan Ibu diberi rezeki yang banyak biar segera punya rumah,” jawab bocah itu polos.

            Aku mengaminkan doa anak yatim tersebut dan berharap Allah SWT mengabulkannya. Aku pulang dari panti asuhan dengan hati lapang. Ada energi baru yang terasa mengalir dalam darahku. Energi itu bersumber dari doa-doa anak yatim-piatu yang aku kunjungi. Senyuman dan sorot mata mereka seolah memberiku semangat untuk berjuang meraih cita-cita di masa depan. Tidak berputus asa dan menyerah menghadapi rintangan dalam kehidupan.

            Sejak itu, setiap bulan aku berusaha bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim di sekitarku. Aku berusaha berbagi semampuku. Kadang-kadang, aku membuat puding atau kue sederhana dan kukirim ke panti yatim. Di lain waktu, aku membeli buah-buahan atau makanan yang dipesan adik-adik di panti asuhan. Aku pun memperoleh sahabat baru, ummi dan abah pengelola panti asuhan. Aku belajar banyak hal dari mereka. Satu hal yang selalu mereka berikan padaku adalah doa-doa kebaikan sebelum aku pamit pulang. Mereka mengiringi langkahku dengan doa agar aku diberi kesembuhan, kesehatan, panjang usia, kebaikan dan kebarokahan kehidupan. Aku selalu mengaminkan doa-doa mereka. Aku jabat tangan ummi dan anak-anak yatim yang masih kecil saat meninggalkan panti asuhan.

            Tahun demi tahun berlalu. Tujuh tahun kulalui penuh perjuangan. Aku berusaha berlari mengejar segala ketinggalanku. Aku tetap bekerja. Aku mengikuti acara-acara di luar kantor. Aku datang ke berbagai seminar untuk menambah wawasan dan teman. Aku rajin hadir di kajian-kajian keislaman. Aku tak pernah lupa berkunjung ke rumah yatim. Aku memperbanyak amal kebajikan. Alhamdulillah, aku kembali sehat. Kondisi fisik dan psikisku pulih. Aku menata ulang kehidupanku. Aku menambah penghasilan, memperbanyak sedekah dan silaturahmi. Sedikit demi sedikit aku menabung. Ujian demi ujian kuhadapi. Aku terus melangkah.

            Beberapa tahun kemudian, kondisi keuanganku membaik. Aku mampu mengambil sebuah rumah lewat program KPR. Aku sangat bersyukur dengan segala kemudahan dalam mendapatkan rumah. Aku mencatat tiga keuntungan yang kudapatkan ketika mengambil rumah. Pertama, uang muka rumah biasanya harus dibayarkan sebesar 20-30 % dari harga rumah. Aku mendapat keringanan membayar uang muka rumah hanya sebesar 10 % dari harga rumah. Kedua, saat itu rumah yang tersisa di perumahanku hanya tiga buah. Sehingga, pengembang berbaik hati menguruskan KPR ke sebuah bank swasta yang waktu itu sedang memberikan bunga cicilan rumah relatif rendah. Ketiga, rumah yang akan kubeli lewat program KPR sebenarnya sudah pernah diambil oleh orang lain. Namun, orang tersebut tidak berminat untuk meneruskannya. Aku beruntung karena pengembang memberiku harga rumah lama. Padahal, waktu itu nilai rumah di perumahan tersebut sudah naik harganya. Subhanallah, semua ini pasti salah satu barokah yang kuterima karena rajin bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim.  

            Kini, aku sudah hampir tiga tahun menempati rumah milikku sendiri. Aku masih membayar angsuran rumah ke bank setiap bulan. Namun, aku bahagia mempunyai sebuah rumah kecil. Aku juga sudah sembuh dari sakitku. Rezeki yang kuperoleh semakin barokah. Ada saat-saat aku berada dalam kesulitan. Akan tetapi, Allah SWT selalu memberiku cara untuk menyelesaikannya. Apa yang aku alami adalah berkat keajaiban bersilaturahmi dan berbagi. Aku yakin bahwa tak semua orang memiliki pengalaman seindah seperti yang aku alami.

            Awalnya, aku merasa jalan hidupku sarat kesedihan dan ujian. Ternyata, bersilaturahmi dan berbagi merupakan salah satu upaya mendatangkan kebarokahan-Nya. Aku diberi ujian agar aku bisa melihat keajaiban. Aku dirundung kesedihan dan sakit agar aku mengenal indahnya bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim. Ada kebahagiaan, kesembuhan, keajaiban, pertambahan usia, ukhuwah, kebarokahan rezeki dan keridhoan Allah SWT yang kupetik dari bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim. Semoga aku mampu istiqomah bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim.


*) Sidoarjo, Sabtu, 31/08/2013.


No comments:

Post a Comment