Beramal kebaikan akan berbunga pahala. |
"Sebaik-baik rumah kaum muslimin adalah rumah yang di dalamnya anak yatim diperlakukan dengan sebaik-baiknya, dan seburuk-buruk rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya anak yatim diperlakukan dengan buruk."
(HR. Ibnu Mubarak)
Beberapa tahun lalu, kondisiku sedang berada di titik
nadir. Saat itu, aku sakit-sakitan. Aku pernah mengalami kecelakaan waktu
kecil, sebagian ingatanku rusak. Aku mengalami amnesia jenis retro-grade, ingatan masa kecilku lenyap
dari folder penyimpanan di otakku. Ketika
ingatanku pulih, aku merasakan sakit yang luar biasa. Uangku terkuras untuk
biaya berobat. Harga obat-obatan yang harus kubeli relatif mahal untuk ukuran
kantongku.
Saat
ingatanku pulih, aku lebih banyak terbaring di dipan. Tubuhku terasa lemas, tak
bertenaga. Jangankan untuk makan, mengunyah makanan saja menimbulkan sensasi
nyeri yang dahsyat di seluruh kepalaku. Aku hanya mengonsumsi sereal dan roti
yang kutelan pelan-pelan agar kepalaku tak berdenyut-denyut. Mukaku pucat
membiru, badanku perlahan bertambah kurus. Ingatanku yang pulih membutuhkan
waktu penyembuhan cukup panjang. Aku berobat ke dokter. Aku mengikuti saran
teman untuk mencoba terapi jus buah. Aku tetap bersemangat meneruskan
kehidupanku. Aku tetap bekerja semampuku untuk memenuhi bermacam kebutuhan.
Pada
akhirnya, aku berserah kepada-Nya. Apabila Allah SWT berkenan mengembalikan
ingatanku yang selama ini rusak, Dia pasti telah mengatur masa depanku sesuai
rencana dan perhitungan-Nya dengan cermat. Aku menjalani episode demi episode
hidupku dengan tabah. Saat gambar kesedihan dapat kuingat kembali, aku pun
menangis. Kala memori tentang hal-hal lucu terlintas dalam otakku, aku
tertawa-tawa. Mungkin, orang yang tak mampu memahami hal ini beranggapan bahwa
aku telah gila.
Dalam
setiap kejadian selalu ada teman yang berbuat kebaikan dan sebaliknya. Di saat
aku sakit, sejumlah teman menyebarkan hal-hal negatif. Aku dituduh telah hilang
ingatan, stres, terobsesi meraih impian hingga gila, dlsb. Semua itu kuanggap
sebagai cobaan. Aku tawakal pada-Nya. Diriku dan hidupku berada dalam genggaman-Nya.
Aku selalu berpikiran positif. Apabila Allah SWT berkenan mengembalikan
ingatanku yang selama ini lenyap, tentu Dia akan menolongku. Allah SWT pasti
menyembuhkanku. Allah SWT akan menguatkan tubuhku. Aku akan sehat kembali seperti sedia kala.
Suatu
sore, sebuah ide muncul di kepalaku. Aku ingin berkunjung ke panti asuhan
yatim-piatu. Aku paham bahwa kondisi keuanganku memprihatinkan. Namun, aku
memiliki keyakinan bahwa berbagi adalah salah satu cara menurunkan rahmat Allah
SWT. Maka, aku mengumpulkan sejumlah barang untuk kusedekahkan ke rumah yatim.
Sejumlah kue kering, obat-obatan, buku bacaan anak-anak, baju-baju layak pakai
dan amplop berisi uang kusiapkan. Aku bergegas menuju sebuah panti asuhan yatim
di dekat rumah kosku.
Alhamdulillah,
aku disambut baik di panti asuhan tersebut. Panti asuhan yang kusambangi berupa
rumah sederhana dan berlantai tanah. Beberapa anak yatim yang masih kecil
berebut mencium tanganku. Kuelus kepala bocah-bocah kecil itu penuh rasa
sayang. Ada rasa bahagia menyelusupi relung hatiku. Seorang bocah lelaki
berusia enam tahunan menatap wajahku cukup lama.
“Ibu,
aku ikut sama Ibu ya?! Aku ingin punya Ibu,” pinta bocah kecil itu padaku.
“Ibu
sedang sakit, Nak. Ibu juga belum punya rumah,” jawabku sambil mengelap air
yang perlahan menetes dari biji mataku.
“Semoga
Ibu lekas sembuh. Aku doakan Ibu diberi rezeki yang banyak biar segera punya rumah,”
jawab bocah itu polos.
Aku
mengaminkan doa anak yatim tersebut dan berharap Allah SWT mengabulkannya. Aku
pulang dari panti asuhan dengan hati lapang. Ada energi baru yang terasa
mengalir dalam darahku. Energi itu bersumber dari doa-doa anak yatim-piatu yang
aku kunjungi. Senyuman dan sorot mata mereka seolah memberiku semangat untuk
berjuang meraih cita-cita di masa depan. Tidak berputus asa dan menyerah
menghadapi rintangan dalam kehidupan.
Sejak
itu, setiap bulan aku berusaha bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim di
sekitarku. Aku berusaha berbagi semampuku. Kadang-kadang, aku membuat puding
atau kue sederhana dan kukirim ke panti yatim. Di lain waktu, aku membeli
buah-buahan atau makanan yang dipesan adik-adik di panti asuhan. Aku pun
memperoleh sahabat baru, ummi dan abah pengelola panti asuhan. Aku belajar
banyak hal dari mereka. Satu hal yang selalu mereka berikan padaku adalah
doa-doa kebaikan sebelum aku pamit pulang. Mereka mengiringi langkahku dengan
doa agar aku diberi kesembuhan, kesehatan, panjang usia, kebaikan dan
kebarokahan kehidupan. Aku selalu mengaminkan doa-doa mereka. Aku jabat tangan
ummi dan anak-anak yatim yang masih kecil saat meninggalkan panti asuhan.
Tahun
demi tahun berlalu. Tujuh tahun kulalui penuh perjuangan. Aku berusaha berlari
mengejar segala ketinggalanku. Aku tetap bekerja. Aku mengikuti acara-acara di
luar kantor. Aku datang ke berbagai seminar untuk menambah wawasan dan teman.
Aku rajin hadir di kajian-kajian keislaman. Aku tak pernah lupa berkunjung ke
rumah yatim. Aku memperbanyak amal kebajikan. Alhamdulillah, aku kembali sehat.
Kondisi fisik dan psikisku pulih. Aku menata ulang kehidupanku. Aku menambah
penghasilan, memperbanyak sedekah dan silaturahmi. Sedikit demi sedikit aku
menabung. Ujian demi ujian kuhadapi. Aku terus melangkah.
Beberapa
tahun kemudian, kondisi keuanganku membaik. Aku mampu mengambil sebuah rumah
lewat program KPR. Aku sangat bersyukur dengan segala kemudahan dalam
mendapatkan rumah. Aku mencatat tiga keuntungan yang kudapatkan ketika mengambil
rumah. Pertama, uang muka rumah
biasanya harus dibayarkan sebesar 20-30 % dari harga rumah. Aku mendapat
keringanan membayar uang muka rumah hanya sebesar 10 % dari harga rumah. Kedua, saat itu rumah yang tersisa di
perumahanku hanya tiga buah. Sehingga, pengembang berbaik hati menguruskan KPR ke
sebuah bank swasta yang waktu itu sedang memberikan bunga cicilan rumah relatif
rendah. Ketiga, rumah yang akan
kubeli lewat program KPR sebenarnya sudah pernah diambil oleh orang lain.
Namun, orang tersebut tidak berminat untuk meneruskannya. Aku beruntung karena
pengembang memberiku harga rumah lama. Padahal, waktu itu nilai rumah di
perumahan tersebut sudah naik harganya. Subhanallah, semua ini pasti salah satu
barokah yang kuterima karena rajin bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim.
Kini,
aku sudah hampir tiga tahun menempati rumah milikku sendiri. Aku masih membayar
angsuran rumah ke bank setiap bulan. Namun, aku bahagia mempunyai sebuah rumah
kecil. Aku juga sudah sembuh dari sakitku. Rezeki yang kuperoleh semakin
barokah. Ada saat-saat aku berada dalam kesulitan. Akan tetapi, Allah SWT
selalu memberiku cara untuk menyelesaikannya. Apa yang aku alami adalah berkat
keajaiban bersilaturahmi dan berbagi. Aku yakin bahwa tak semua orang memiliki pengalaman seindah
seperti yang aku alami.
Awalnya,
aku merasa jalan hidupku sarat kesedihan dan ujian. Ternyata, bersilaturahmi dan berbagi
merupakan salah satu upaya mendatangkan kebarokahan-Nya. Aku diberi ujian agar
aku bisa melihat keajaiban. Aku dirundung kesedihan dan sakit agar aku mengenal
indahnya bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim. Ada kebahagiaan, kesembuhan,
keajaiban, pertambahan usia, ukhuwah, kebarokahan rezeki dan keridhoan Allah
SWT yang kupetik dari bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim. Semoga aku mampu
istiqomah bersilaturahmi ke rumah-rumah yatim.
*) Sidoarjo, Sabtu, 31/08/2013.
No comments:
Post a Comment