Thursday, September 1, 2022

Review Buku "Kartini"


"Memahami bahasa perjuangan pena Kartini"


Judul buku : Kartini
Penulis : Abidah El Khalieqy
Editor : Teguh Afandi
Penerbit : Noura Books (PT. Mizan Publika)
Ukuran : 14 X 21 cm
Tebal : vi + 368 halaman
Cetakan : pertama, April, 2017
ISBN : 978-602-385-280-2
Peresensi : Sri Juli Astuti


"Sementara saya menulis skenario Kartini, Abidah telah berhasil memotret sisi perempuan yang tak terbaca laki-laki. Karena itu, kehidupan Kartini menjadi penting untuk diceritakan olehnya."
(Hanung Bramantyo, sutradara film Kartini)


       Kartini hanya lulusan sekolah rendah (ELS). Namun, dia berusaha untuk menabrak akar tradisi bahwa wanita tak sekadar kanca wingking dalam suatu pernikahan. Dia mempunyai perspektif tentang dunia yang begitu jauh. Dia menentang terhadap ketidakadilan pada zamannya. Reaksi Kartini melalui surat-surat yang ditulisnya bagai senjata, yang mengentak kesadaran seorang Ratu Wilhelmina.


       Memahami Kartini adalah menyelami perasaannya akan nasib Ngasirah (ibu kandungnya) yang terusir dari rumah utama. Dia sedih saat harus memanggil ibunya dengan sapaan Yu, layaknya kepada pembantu. Hatinya perih ketika Kardinah (adiknya) dijadikan sebagai istri kedua, menyaksikan kepedihan perempuan yang seolah menjadi-jadi usai pernikahan.


       Kartini berusaha berjuang untuk meraih kemerdekaan bagi kaum wanita melalui pena. 
Surat-surat kepada para sahabatnya di kemudian hari dibukukan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Kartini sepertinya kurang menyadari adanya politisi busuk yang berusaha menikungnya.



       Langkah-langkah yang diambil Kartini merupakan perjuangan untuk meraih hidayah Ilahi. Salah satu protesnya adalah,"Mengapa Al-Qur'an tak boleh diterjemahkan, sehingga tak bisa dipahami isinya?" Akhirnya, Kartini menemukan satu-satunya yang dia kehendaki,"Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu hamba Allah."


       Buku perjalanan kehidupan Kartini ditulis dalam bentuk novel. Bahasanya indah, uraian kata-katanya menyentuh hati. Tulisan di bagian akhir waktu Kartini izin untuk menikah ke ibu kandungnya, membuat pembaca meneteskan air mata.
"Ni pamit, Yu. Ni mau jadi Raden Ajeng."
"Yu ikhlas dan berdoa untuk kebahagiaanmu, Ndoro. Jadilah Raden Ajeng yang penuh bakti pada suami dan keluargamu. Gusti Pangeran akan menjagamu." (halaman 362).


       Buku karya seorang penulis wanita ini bagus sekali. Apabila ada yang perlu diperbaiki adalah kualitas kertasnya, sehingga warnanya tidak cepat menguning. Hal lain yang bisa menjadi masukan adalah penambahan foto-foto. Sehingga, para pembaca bisa menerbangkan imajinasi mereka ke zaman di mana Kartini hidup, berjuang dengan pikiran, untuk meraih kemerdekaan dari belenggu tradisi yang mengungkung kaum wanita. Jika ada waktu bacalah buku ini, bestie. Anda siap melanjutkan mimpi serta cita-cita Kartini, bukan?



#bacabarengwishAgustus2022
#muslimahbacabuku  
#MenggapaiJannah





No comments:

Post a Comment