Tuesday, July 14, 2015

Silaturahmi ke Rumah Teman Pramuka


Diana Chusna, teman masa SMP di Kediri.

          "Whaaaaa...!!!" teriak saya sebelum kaki ambles masuk ke empang yang tampaknya dangkal ternyata berair lumayan dalam. Di belakang, saya dengar suara Diana ikut histeris berteriak-teriak memanggil nama saya. Hihi, itu kenangan waktu kami masih SMP. Saat itu, saya, Diana, dan teman-teman yang aktif di kegiatan Pramuka sedang mengikuti sebuah acara perkemahan.

        Ya, saya dan Diana adalah aktivis Pramuka di masa SMP. Sewaktu SMP, saya dan Diana tidak pernah sekelas. Namun, kami sering bertemu saat latihan-latihan kepramukaan di sekolah dan berbagai turunan kegiatan Pramuka. Misalnya, bersepeda mengunjungi objek wisata sejarah di Kediri, serta beragam perkemahan. Saya dan Diana berbeda regu di kepramukaan. Regu kami sering bersaing menjadi juara di aneka ketrampilan kepanduan, nyita (nyanyi dan tari), P3K, juga penjelajahan. Dalam memori tercatat bahwa regu saya seringkali lebih unggul dari regu Diana. Akan tetapi, kami tetap berteman baik dan berlatih Pramuka dengan riang gembira. Setelah lulus SMP, kami tak pernah bertemu selama beberapa puluh tahun. Kami bersua lagi ketika reuni SMP tahun 2011 dan 2012. Kami juga menjadi akrab berteman melalui jejaring sosial.

       Alhamdulillah, 03-07-2015 lalu Allah SWT memberi saya kesempatan untuk bersilaturahmi ke rumah Diana di Jember. Jumat siang itu, usai sebuah tugas dari kantor, saya menjemput Diana yang sedang liqo' (kajian) di kampus tempatnya mengajar (Unej). Saya beruntung masih mendapatkan hampir setengah materi kajian yang diberikan. Saya salut pada Diana. Meski dia sedang tugas belajar di program S3 (kandidat doktor), namun tetap rajin menambah ilmu agama bersama kelompok kajiannya.

Diana dan salah satu putrinya.

       Seusai kajian, Diana mengajak saya mampir ke rumahnya. Saya pun berkenalan dengan 1 putra plus 3 putri sahabat saya. Ada rasa bahagia bahwa teman sekolah saya telah menjadi sosok yang berhasil. Putri sulung Diana kuliah di FK UI, sementara putra keduanya kuliah di ITB. Diana juga tergolong sukses dari segi pendidikan. Diana lulus S1 FK UGM, S2 bidang kedokteran, dan melanjutkan ke jenjang S3. Satu hal yang membuat saya kagum, Diana berani mengambil keputusan berhenti buka praktek dokter agar lebih fokus dalam mendidik anak-anaknya. Saya yakin, imbalan buka praktek dokter pasti relatif besar, namun Diana tak melulu berpikir tentang pencapaian secara materi semata.

Sudut rumah Diana yang saya sukai, kolam ikan koi.

       Akhirnya siang hingga sore itu, saya dan Diana berbagi cerita tentang banyak hal. Kami berdiskusi mulai masalah dunia kerja, kanker serviks yang kini menduduki peringkat tinggi di Jawa Timur, aktivitas sehari-hari, tentang mengatur rumah, hingga hobi tulis-menulis. Secara saya senang menulis, maka saya ajak Diana untuk ikut gemar berbagi ilmu lewat tulisan. Terlebih dengan latar belakang ilmu kedokteran yang mumpuni, tulisan-tulisan di bidang kesehatan pasti akan menambah ilmu bagi kaum wanita serta masyarakat luas. 

      Tak lupa, kami juga mengobrol tentang kenangan masa-masa sekolah dan teman-teman SMP. Waktu memang berjalan sangat cepat. Rasa-rasanya baru kemarin kami masih anak-anak, jelang remaja. Saat ini, kami sudah tumbuh menjadi orang dewasa. Cerita-cerita masa lalu kadang berubah indah setelah berlalunya waktu sekian puluh tahun. Satu rezeki yang saya syukuri, rasa persahabatan di antara saya dan Diana tetap terjalin dengan baik, walau kondisi kami kini berbeda. Adakalanya, pada suatu masa, di suatu tempat, seseorang dihargai dari tumpukan harta kekayaan duniawi (yang tampak), kedudukan dan jabatan, serta atribut dunia lainnya. Alhamdulillah, saya dan Diana memiliki prinsip sama. Kami menghargai dan menghormati seseorang dari perilaku yang baik, kebaikan hati, serta kemuliaan akhlak dan agamanya.

       Tanpa terasa hari mulai petang, sambil membawa putri bungsunya ke acara buka bersama teman sekolah, Diana mengantar saya ke terminal bus. Hati kami berat untuk berpisah. Kami saling menggenggam tangan erat dan saling berdoa untuk kebaikan serta kebarokahan kehidupan masing-masing. Tentu saja kami juga berdoa agar Allah SWT tetap menjaga tali silaturahmi kami. Di bus, saya seolah melihat gambar-gambar masa lalu hadir kembali. Saya melihat serombongan anak laki-laki berseragam Pramuka sedang menyanyikan lagu,"Diana, Diana...kekasihku, bilang pada orangtuamu...." Haha! Saya percaya bahwa suami Diana adalah lelaki yang beruntung, karena berhasil menyunting seorang aktivis Pramuka yang shalihah.






No comments:

Post a Comment