Takbiran penanda menyambut hari raya. |
Saya menikmati sebagian masa kecil di Madiun. Di kota tersebut, waktu itu suara blenggur dijadikan penanda waktu berbuka tiba. Itu sebabnya, saya senang duduk di tempat sepi jelang waktu berbuka, menyimak dengan takzim kapan suara blenggur terdengar. Sesaat setelah suara letusan meriam kecil berdentum, saya lari masuk ke dalam rumah, mencari minuman dingin untuk berbuka puasa. Kenangan berkesan lainnya adalah suara shalawat tarhim yang terdengar usai waktu sahur. Shalawat tarhim biasa diperdengarkan di waktu imsak, mengantarkan datangnya fajar Subuh. Di telinga saya, lantunan shalawat tarhim dari masjid-masjid di pagi hari Ramadhan terasa berbeda, lebih syahdu dan menyentuh hati.
Storycake : Kekuatan Doa terbit di Ramadhan 1437 H. |
Alhamdulillah, kenangan manis dan berkesan dalam menikmati Ramadhan masa kecil membuat saya selalu merindukan hadirnya Ramadhan kala telah dewasa. Setelah dewasa, saya menunaikan ibadah puasa dengan beragam pengalaman, tak selalu sama dari tahun ke tahun. Saya pernah merasakan nuansa Ramadhan khas kampus semasa kuliah di pinggiran Jakarta. Suasana dan rasa Ramadhan juga terasa berbeda saat saya memasuki dunia kerja.
Singkatnya, setiap Ramadhan memiliki warna-warni yang berubah dari tahun ke tahun. Setelah pindah dari Jakarta ke Surabaya, corak Ramadhan jelas berubah dari nuansa khas Betawi dan Sunda ke suasana Jawa Timuran. Satu yang tak berubah, antusiasme umat Islam dalam menyambut dan menyemarakkan bulan Ramadhan. Di Surabaya, saya tak mendengar suara petasan renteng seperti yang biasa disulut orang Betawi untuk menyambut bulan Ramadhan. Saya jarang melihat warga saling bertukar hantaran untuk menandai awal puasa. Namun, saya melihat pasar dan pusat perbelanjaan ramai diserbu pengunjung yang berbelanja kebutuhan selama Ramadhan. Salah satu item yang laris dibeli adalah buah kurma.
Alhamdulillah, tahun ini saya bisa berpuasa selama satu bulan penuh, tanpa bolong. Saya bersyukur di bulan Ramadhan ini (tepatnya pertengahan Juni 2016) sebuah buku antologi yang berisi tulisan saya dan teman-teman IIDN terbit. "Storycake for Your Life : Kekuatan Doa" akhirnya hadir sebagai salah satu seri Storycake. Buku ini diterbitkan atas kerjasama Indscript Corp. dengan Penerbit Gramedia. Saya menulis dengan mencantumkan nama pena, yaitu "Muthia Kamila". Kehadiran buku ini seolah menjadi pengingat bagi saya untuk selalu berteguh hati di dalam doa-doa. Saat perjalanan hidup tak mulus, penuh ujian, dan berbagai tumpukan masalah tak mampu diselesaikan dengan logika pikiran, di situlah ranah kekuatan doa berperan.
Doa-doa yang kita lantunkan membawa kita untuk tawakal, mengembalikan segala urusan ke tangan-Nya, memohon petunjuk solusi yang terbaik dari-Nya. Tawakal jelas-jelas berbeda dengan hopeless. Tawakal adalah rasa berserah diri setelah beragam upaya dilakukan. Tawakal adalah meminta energi dan arahan untuk terus berikhtiar menjemput masa depan yang lebih baik. Sementara itu, anggapan berdoa sebagai simbol keputusasaan adalah kesimpulan orang-orang yang pikirannya hanya diisi dengan logika duniawi semata. Berdoa, berserah diri pada Allah tidak sama dengan putus asa. Justru doa-doa adalah perwujudan semangat untuk melewati berbagai etape kehidupan yang sulit dengan bimbingan-Nya, tak berorientasi pada hawa nafsu semata.
Storycake : Kekuatan Doa mejeng di TB. Gramedia se-Indonesia. |
Maka, di pengujung Ramadhan ini saya berdoa penuh khusyu' pada-Nya memohon agar diberi usia dan kesempatan bertemu Ramadhan tahun-tahun mendatang. Semoga Ramadhan tahun ini bukanlah Ramadhan terakhir dalam hidup saya. Saya masih berkeinginan menambah amal di masa-masa mendatang. Saat alunan takbir mulai berkumandang sore ini, saya kirimkan doa untuk keluarga dan orang-orang terkasih yang telah tiada. Semoga mereka damai di sisi-Nya.
Di akhir Ramadhan waktu kecil saya biasa menulis ucapan selamat hari raya pada lembar-lembar kartu lebaran. Sejak beberapa tahun lalu ketika HP dan internet menyerbu dunia, saya ikut arus, tak lagi berkirim kartu lebaran. Sejujurnya, saya tetap senang dan bahagia menerima sepucuk amplop berisi kartu cantik dan ucapan selamat hari raya. Sayangnya, tak ada lagi yang mengirim kartu-kartu lebaran untuk saya. (Hehe, lha saya juga nggak kirim kartu lebaran ke siapa-siapa....) Saya bersyukur menerima kiriman beberapa kartu lebaran via e-mail. Ya, zaman sudah berubah. Saat ini orang lebih menyukai hal-hal yang praktis.
Salah satu kartu lebaran yang saya terima. |
Saya tetap bahagia membuka e-mail berisi ucapan selamat hari raya maupun kartu lebaran. Saya sendiri tak sempat mengirim e-mail kartu lebaran untuk sahabat-sahabat dekat maupun jauh (di mata ya, bukan di hati). Siang tadi, saya masih berbelanja beberapa kebutuhan lebaran untuk sanak-kerabat. Saya sebenarnya tak berniat membeli baju baru untuk berhari raya Idul Fitri. Baju lebaran saya tahun lalu belum saya pakai, masih tersimpan rapi di plastiknya.
Namun, usai berbelanja buku saya mencoba sebuah gamis dan...tumben ukurannya pas di tubuh. Biasanya, gamis-gamis di gerai busana muslimah selalu menjadi 'baju kebesaran' untuk ukuran tubuh saya yang agak tergolong mungil. Nah, ketika menemukan gamis yang ukurannya pas di tubuh membuat saya kegirangan dan membelinya. Kebetulan, warnanya saya suka, kemerahan. Ya sudahlah, anggap saja gamis tersebut sebagai hadiah karena saya sudah berhasil berpuasa sebulan penuh. Boleh kan?
Kartu lebaran dari Inspira Book. |
Pembaca, selamat Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Allah Swt. menerima segala amal ibadah kita di bulan Ramadhan. Semoga kita bertemu Ramadhan tahun-tahun mendatang. Yuk mari, insya Allah besok saya mudik.
Waaa boongku banyaaak. NGga tau kenapa Ramadhan kemarin "M" nya lama banget :'(
ReplyDelete@ Rahmi Aziza : Hahaha, saya biasanya juga 'buka' plus 'tutup' Ramadhan, utangnya buanyak. Alhamdulillah, Ramadhan tahun ini nggak bolong. Jadi, saya bisa bernapas lega. ^_^
Delete